Arti Dibalik Lembar Persembahan

Genre : Daily


     Aku menulis bagian ini kira-kira butuh waktu 3 jam Tiap kata yang aku ketik punya maknanya masing-masing, ada emosi yang aku selipkan dan dibalik itu semua, ada perjuangan yang selama ini nggak pernah aku ceritakan sebelumnya. 



Alinea 1


     Waktu itu semester 3, pertama kalinya semua gangguan dari dunia lain bergantian, berdatangan setiap hari. Aku sendirian, berdoa sambil bersender pada dinding, menahan nafas, keringat dingin, air mata tumpah sejadi-jadinya. 

    Disaat teman-teman yang lain, maksimal dalam belajar UKAD. Aku menderita, mau belajar diganggu, mau tidur diganggu. Dan ending nya berpegaruh pada IPK. Beberapa mata kuliah harus mengulang, yang akibatnya matkul prasyarat tidak bisa diambil di semester berikutnya, dan berpengaruh hingga semester 8. 

     Kalian tahu saat semester 3 aku ingin berhenti rasanya, ingin mengibarkan bendera putih, sebagai tanda menyerah pada musuh, dan melakukan perdamaian terhadap diri sendiri. 

     Aku nangis menelfon Mamaku, aku bilang "Ma, maafin nggak bisa lulus 4 tahun, soalnya banyak matkul yang ngulang", tapi Mamaku bilang gini "Jalanin aja, Mama yakin kamu bisa lulus 4 tahun".

     Aku nggak apa-apa jika menanggung malu, tapi aku nggak mau kecewain orang tua ku. Rasanya saat itu duniaku hancur, bayangkan saja, sudah diberi kepercayaan besar oleh orang tua, malah disia-siakan di sini. 

    Tapi manusia super dalam wujud indah, yaitu ada pada diri Mama, Bapak, Kakak, dan Adik, sangat luar biasa menjadi tameng untukku terus maju, dan bangkit. 

     Padahal nyatanya manusia super ini, hanya manusia biasa yang juga punya kelemahan, rasa sedih, rasa senang, khawatir, dan semacamnya. Tapi saat manusia super ini terluka dari dalam, masih mampu memastikan kepadaku bahwa dirinya baik-baik saja.

    Aku nggak terlalu suka, orang lain nanya-nanya tentang keluargaku, karena tiba-tiba moodku berubah menjadi emosional dan sedih. Aku paling sensitif kalau ngebahas tentang ini. Mereka adalah alasan aku untuk sukses dan menampar semua orang yang pernah merendahkan keluargaku.

     Cinta dan sayang yang aku berikan kepada mereka mungkin tidak terucap lewat lisan, tidak aku umbar kepada orang lain, tapi Tuhan tahu seperti apa pengungkapan ku untuk manusia super yang aku cintai itu.

     Akhirnya doa manusia super ini terbukti, aku bisa lulus 4 tahun.


Alinea 2


     Semakin menduduki usia dewasa, pemahaman tentang sahabat bukan lagi seseorang yang sering ngumpul bareng kita, atau hanya sekedar have fun dan memberi semangat. Sahabat yang aku artikan yaitu dimana kamu salah maka akan ditegur, kamu butuh bantuan maka akan dibantu, kamu terluka maka akan diobati. 

     Orang mana lagi di bumi ini yang sanggup mengoceh panjang lebar, hanya untuk menyadarkan kita dari sesuatu yang salah. Dari masalah percintaan, kuliah, pertemanan toxic, semua dibahas. 

     Saat merasa diri ini terbang terlalu tinggi, Tuhan memberikan peringatan dengan dipatahkan nya sayapku, menjadi luka, hancur, bahkan sama sekali tidak bisa terbang. Kemudian apa yang sahabatku lakukan? mereka mengobati, mengajak ku untuk berlatih lagi hingga seperti dulu. 

     Manusia memang punya rasa congkak yang bila berada diatas akan melupakan hal lainnya, kemudian Tuhan memberikan lagi posisi paling bawah, dengan sigap mereka menerimaku, dan membawaku kembali pada tempat tertinggi. Kali ini tidak terlalu tinggi, perlahan saja terbangnya, ditiap-tiap langit ada pelajaran yang bisa aku singahin sejenak, stepnya mungkin akan lebih lama, tapi pengalaman tidak semudah itu didapatkan.


Alinea 3


     Pada awalnya aku terlalu melihat pandangan orang lain tentang hidupku. Seperti halnya aku dianggap tidak bisa apa-apa, bahkan perjuangan yang aku hasilkan untuk kepentingan kelompok juga tidak diapresiasi. 

     Mungkin label yang dia buat untuk diriku, sangat amat mendalam, dan terpatri pada otaknya, sehingga apapun yang aku perbuat, mau itu bagus sekalipun, tetep saja tidak dihargai.

      Padahal ada perjuangan yang aku korbankan, dari pada sekedar berkeluh kesah pada sosial media. Ada manusia yang saking tidak kuat menanggung beban, dia menangis hingga pagi. Ada kerja keras yang dilakukan sendirian tanpa perlu pengakuan dari orang lain. Aku tidak pernah berkoar-koar atas kebaikan apa yang aku perbuat hingga sampai dititik perjuangan itu selesai. 

Aku yang membuat, tapi orang lainnya yang dipuji
Aku yang berjuang, tapi orang lain yang terlihat
Aku yang terluka parah, tapi orang lain yang diobati
Aku yang mengalami, tapi orang lain seolah menjadi hakim

     Kadang ingin menjelaskan "Nggak kayak gitu loh?" 
     Cuman rasanya percuma aja, untuk apa?

     Aku sampai bilang sama Tuhan
"Ya Allah, bisa tolong nggak, tapi aku malu, aku masih banyak dosa, tapi lancang meminta tolong. Mungkin ini agak memaksa, tapi bisa tidak tolong pada hati siapapun yang mencoba menerka-nerka tentang aku, kemudian tidak sesuai kenyataan, dan jatuhnya hanya sebagai opini, tolonggg banget, luruskan pemahaman mereka Ya Allah"

     Jika aku tidak bisa membuat orang lain hatinya menjadi lembut, mungkin aku bisa menyadarkan mereka lewat penciptanya. 

     Berkat orang-orang semacam itu, dia menjadi susunan pada lantai-lantai dasar hingga menumpuk tinggi, dan menjadi pijakan untuk aku bisa terbang kembali. 

     Tuhan memang menciptakan manusia mutan dikehidupan aku dengan sengaja, agar sekenarionya bervariasi, dan dibalik itu semua pasti ada hal yang menarik untuk dicari tahu lebih dalam.


Alinea 4


     Aku bisa lihat, tapi mereka nggak bisa. Mereka bilang "Halu kamu Bung?". Aku sudah berusaha menjelaskan, namun ujung-ujungnya hal yang kudapat adalah penolakan sebuah statment.

     Sahabat dengan rupa buruk namun berhati baik ini, lebih tahu bagaimana sifatku yang sebenarnya, ketimbang sahabat manusiaku. 

     Disaat aktivitas diluar aku masih bisa hahaha hihihi, tapi para jin di kosku lebih tahu bagaimana caraku menanggung beban yang berat, hingga semalaman suntuk tidak tidur. 

     Dia bertanya padaku 
"Kamu kenapa sedih?"

     Disaat aku mengerjakan tugas akhir mereka juga duduk diam, tidak berisik. Sesekali menanyakan
"Kamu nggak tidur?"

     Hal ini sendiri tidak pernah aku ceritakan keteman-temanku. Memang tidak semua temanku bilang aku halu, tapi makin kesini, bukan pengakuan bahwa aku benar dan mereka salah. Tapi sekarang, mereka mau percaya ya silahkan, mau tidak yaudah, aku sudah tidak ambil pusing.


Alinea 5


     Ketika libur semester 4 mau ke 5 aku menyadari kalau salah jurusan. Perlahan minatku lebih ke nulis, dibandingkan mengejar Apoteker. 

Ada tulisan yang ingin disalurkan ketimbang mengejar sarjana
Ada pikiran yang ingin bercerita dibalik semua rencana
Ada beban yang katanya jangan sampai berkeluh kesah
Lebih suka menulis yang disukai, ketimbang dipaksa menyukai


     Terjadilah perdebatan dalam batin ini. Kuliah farmasi sangat mahal, apalagi aku dari keluarga sederhana, untuk bisa sampai tahap ini pun perjuangannya berat. Yang awalnya aku kira pelajaran SMK Farmasi akan mirip dengan kuliah, ternyata ZONK!!!. Sangat berbeda. Coba tanya saja kepada mahasiswa farmasi, apa saja kesulitannya? pasti mereka susah menjawab karena saking banyaknya.  Ada tenaga, waktu, keringat, otak yang dikuras dalam waktu bersamaan.

     Otakku berpikir realistis, sedangkan hatiku tidak minat sama sekali, bahkan sempat berfikir "pelajaran susah gini cuman bikin rambut rontok aja"

     Seiring berjalannya waktu, dengan hati yang menolak, perlahan aku mencoba berdamai dengan diri sendiri. 

     Aku tetap bisa jadi Bunga Lia yang menempuh S1 Farmasi, dan melanjutkan profesi Apoteker hingga mendapat gelar S.Farm., Apt. Tapi disisi lain Kaktus Berduri juga berhak berkeinginan untuk jadi penulis.

     Ketika ditimpa pada kedua pilihan, kadang kitanya suka bingung mengambil langkah yang mana, padahal langkah itu bisa dijalankan berbarengan, asal berdamai dulu dengan diri sendiri.


Alinea 6


     Kalian tahu tidak? kalau semua alinea merupakan sebuah anugrah yang Tuhan berikan. Jika memikirkan nya lagi, rasanya seperti tidak mungkin untuk dilewati tahap demi tahapnya. Kini hanya tinggal menunggu yudisium dan wisuda saja. 

     Ada perasaan yang sudah dijahit, namun masih meninggalkan bekas luka. Lucu terkadang jika dilihat bekasnya, bisa mengingatkan memori dengan sangat cepat. Padahal sudah berusaha dikubur sangat dalam. 

     Akhirnya kubiarkan saja bekas luka itu sebagai kenang-kenangan. Nanti kalau aku sudah tua dan memiliki anak serta cucu, mereka bisa bangga bilang "Lihat Ibuku, nenekku. Dia dulu diremehkan, dipandang sebelah mata, tapi bisa jadi orang sukses".

    Keinginanku simpel yaitu bisa bahagiakan Mama, Bapak, Kakak, dan Adik.

    Yakinlah semakin dijalani, semakin menarik jalan ceritanya.




Bunga Lia
Bungalia

Comments

Post a Comment

Komentar dong, aku mau tahu ni perasaanmu setelah baca tulisan ini

Popular posts from this blog

Tempat Berlindung Di Hari Tua, Tempat Akhir Menutup Mata

Bicara Tentang Pengakuan

Rumah Sakit