Lucid Dream (Part V)

Genre : Horor

    Kamar kosku itu terletak paling ujung, dekat tangga dan ruang TV. Di ruang TV ini tersedia bangku dan kursi buat duduk santai, tapi hampir nggak pernah ada yang duduk di situ, mungkin ini disebabkan karena kosku terlalu individual, menyapa hanya sekedarnya, beda banget sama kos-kos di tempat lain. Dan mungkin juga karena kita lebih asik nonton YouTube ketimbang TV.


    Saat itu aku mau menutup jendela kamar. Dari dalam kamar aku bisa lihat ke arah depan TV,  kulihat ada anak kecil pakai baju putih rambutnya panjang, sedang duduk tanpa melakukan apa-apa, anteng aja. Aku ngeh itu hantu, tapi kan tidak mengganggu, yaaa sudah aku tutup jendela, terus beranjak tidur.


Anak Kecil Rambut Kusut


    Waktu tidur aku bermimpi, lagi jalan sendirian di sebuah tempat yang enggak aku kenal daerahnya. Di tengah jalan aku ketemu anak laki-laki sekitar usia 5 tahun, sedang jahilin anak perempuan yang memakai baju putih dan berambut panjang, usianya kira-kira masih 5 tahunan juga. Aku langsung menghampiri anak ini

"Dek dek, nggak boleh kasar gitu, senggol-senggol anak orang" sambil aku tarik lengannya.Anak lelaki ini diam sambil memperlihatkan ekspresi heran, seolah-olah tidak tahu dia berbuat kesalahan apa?

    Akhirnya aku sampai di kos, segeraku menuju kasur, dan menyenderkan badan pada dinding, sambil asik bermain hape. Saking asiknya aku nggak sadar ada anak kecil yang masuk kamar. Sekilas aku perhatikan Oh, dia mainan aja, nggak ganggu.

    Anehnya, bukannya bertanya-tanya dia siapa, aku malah mewajarkan anak perempuan itu disini. Dia menghampiriku dengan muka yang full tertutup rambutnya, sambil berkata "Kamu bisa tolong sisirkan rambutku?" Aku memandanginya dan melihat ada sisir yang dia pegang, serta ikat rambut kecil-kecil berserakan dilantai.

"Jangan sekarang, aku lagi sibuk chatingan ni" jawabku dengan nada kesal. Anak perempuan tadi tiba-tiba menghilang. Seketika terdengar suara keran yang menyala dari arah kamar mandi. Siapa yang nyalakan keran nih? Aku berdiri dan mulai berjalan menuju kamar mandi. Namun, tiap langkahku seakan goyang, bumi benar-benar goyang, semua berputar.

    Kondisi pintu kamar mandi terbuka, dari luar aku lihat ada laba-laba besar, dia bergerak menuju arahku, semakin dia turun sosoknya berubah menjadi gurita. Aku langsung menutup pintu kamar mandi hingga gurita itu tergencet di selah-selah pintu.

   Setelah kurasa dia mati, aku membalilkan badan. Bumi masih goyang, kepalaku pusing. Aku terjatuh di lantai kamar. Dalam keadaan pusing yang teramat pusing serta pandangan mata yang kabur, aku lihat anak perempuan tadi melewatiku dan berjalan menuju pintu keluar.

    Dalam kondisi ini aku ingat lagi kejadian ketika aku menegur anak lelaki yang menyenggol anak perempuan tadi, yang awalnya aku pikir dia usil. Dari ekspresi anak tersebut tersebut seakan kebingungan, seperti tidak melakukan kesalahan.

    Seakan terflashback, aku ngerti kenapa dia ekspresinya kebingungan. Jadi tanpa sengaja aku salah persepsi, tadinya aku pikir anak lelaki ini menyenggol anak perempuan, padahal kenyataannya, dia tidak menyenggol siapapun, karena hanya aku yang melihat anak perempuan itu. Aku bangun dari mimpi, kepalaku masih pusing. Efek dunia berputar seisinya yang dia buat, masih berefek pada dunia nyataku.


Anak Kecil Rambut Kusut


    Kejadiannya baru minggu kemarin, aku bermimpi anak kecil di suatu desa. Ada anak perempuan, rambutnya panjang tapi kusut, karena aku ngerasa risih jadi aku ambil sisir. 
Aku panggil dia "Dek, sini"
"Kenapa mba?"
"Rambutnya kusut banget, sini aku sisirin biar rapi"

    Dia berdiri, sedangkan aku sambil berlutut di belakang badannya. Karena tubuh adek ini kecil. Rambutnya kusut parah. Bahkan aku yang menyisirnya pun kesusahan. 
Sambil menyisir aku berkata "Dek, rambutnya sering-sering disisir, biar nggak kusut"
"Anak perempuan itu, harus rapi, bersih" lanjutku
Adeknya diam aja nggak ngomong apa-apa. Lalu, aku terbangun dari tidur.

    Ketika bangun aku cuci muka, terus mau sisiran. Aku itu punya 2 sisir, warna pink sama warna orange. Aku lihat sisir pinkku nggak ada Ah, mungkin jatuh, yaudah pake yang ada aja dulu. Akhirnya aku pake sisir orange.

    Sesudah sisiran, aku cari di atas lemari tempat biasa taruh sisir,  nggak ada. Di belakang lemari, di bawah meja, di dalam lemari, di kamar mandi, di tempat tidur. Semua enggak ada. Sisir itu lenyap tertinggal di dunia yang lain.


Insomnia


    Selama aku jadi pengangguran ini, aku mengalami insomnia berat. Dulu ketika masih aktifnya kuliah, aku sering terbangun tengah malam sekitar jam 2. Biasanya aku langsung ambil hape, dengarin murotal Qur'an sampai pagi. Atau bisa juga aku nggak tidur hingga subuh.

    Dalam kondisi kayak gitu, energi terkuras habis. Alasannya, pertama karena berhubungan dengan dunia gaib, kedua karena jam tidur yang berantakan. Aku sering TA (titip absen) gara-gara malamnya dibantai lewat mimpi sama mereka. Efenya, pagi aku nggak punya energi ke kampus. Dan untungnya juga dosen yang ngajar matkul itu nggak pernah cek absensi, jadi aman untuk TA.

    Yang datang ke kos wujudnya beragam. Waktu itu aku mimpi melihat sosok perempuan yang sedang memperhatikan ibu-ibu berwajah oriental sedang menaruh anaknya di kereta bayi. Sosok ini menggunakan gaun putih, berambut panjang, dengan wajah bahagia, serta senyum di wajahnya sangat lebar.

    Posisiku di sana hanya sebagai penonton. Perlahan sosok ini mulai mendekati kereta bayi itu, sedangkan ibu dari bayi tersebut lengah, dan asik sendiri. Aku coba berteriak dari kejauhan "Bu, anaknya bu, mau diambil orang".

   Sosok ini dengan sangat lembut, mengambil bayi yang ada di kereta bayi, kemudian mengendongnya. Aku semakin gelisah, yang ada dipikiranku saat itu bayi ini mau diculik. Aku semakin khawatir dan terus berteriak "Bu, anaknya mau diculik". Lagi-lagi ucapanku tidak digubris, seakan ibu ini tidak mendengar suaraku. Akupun tidak bisa berjalan menuju arahnya.

   Sosok yang mengendong bayi tersebut seketika melihat ke arahku, sambil memperlihatkan senyumannya. Tubuhku bergetar, senyuman yang ditunjukan sangat amat menyeramkan. Aku memaksakan diri untuk terbangun dari tidur.

    Mata ini langsung refleks terbuka lebar. Dari samping tempat tidur ada sosok yang tadi namun berwajah sangat cantik. Mata kami saling bertemu, aku terpesona akan kecantikannya. Tangannya mulai terangkat, dan jari telunjuknya menekan lenganku kuat, hingga terasa sakit. Dia berkata "Bayiku mana?" Ingin rasanya aku jawab "Aku nggak tau" tapi aku nggak bisa, dan masih terpesona sama wajahnya yang cantik, seperti hipnotis.

    Lagi-lagi jari telunjuknya menekan lenganku, "Dimana bayiku" ucapnya, dengan mata kami yang masih saling memandang, perlahan sosoknya hilang, hingga badanku bisa digerakan lagi. Saat itu aku nggak takut sama sekali, malah aku jadi sedih, mungkin dulu dia mempunyai masa lalu kelam yang berhubungan dengan bayinya.

    Aku juga manusia biasa, yang punya juga rasa takut. Tapi beberapa hal rasa takut ini seakan kalah. Aku pernah terbangun dari tidur, kondisi mata belum terbuka. Aku merasa di atas perut ada yang menduduki, aku raba dengan satu tangan.

    Seperti badan manusia, padat dan berkulit. Bukannya kaget, malah rasanya seperti ke alam bawah sadar, aku mengantuk sangat berat dan kembali di dunia mimpi. Pagi harinya baru aku ketakutan.


Rumah Samarinda


    Aku duduk di atas kasur, sambil memotong foto yang telah aku print banyak untuk hiasan kamar. Kebetulan aku tidur pakai kelambu. Dari dalam kelambu, terdengar suara orang sedang ngobrol. Suara apa tu? Oh, mungkin bapak-bapak di rumah bangsal belakang rumah. Aku kembali asik memotong foto.

    Tanpa aku sadari percakapan mereka bertambah asik. Seperti dua orang bapak-bapak sedang ngobrol dan bersahut-sahutan. Ngomongin apa sih? ini bahasa daerah atau apa ya, nggak jelas. Aku semakin memasang kuping, dan mengira-ngira ini bahasa apa, dan logat apa?.

    Aku mengambil hape dan melihat sudah jam 01.30 WITA. Ngapain bapak-bapak jam segini di luar rumah? tiba-tiba suara itu tepat di samping kamarku. Kini sudah tidak perlu menerka lagi obrolan apa yang mereka bicarakan, karena bukan bahasa daerah, bukan juga bahasa manusia.

    Aku tarik selimut dan berpura-pura tidur. Suara tersebut hilang total, lenyap. Detak jantung kini tidak beraturan rasanya. Sambil memejamkan mata, ada suara hembusan nafas dari arah belakang badan. Suara apa itu? mungkin suara nafasku kali ya? Aku memejamkan mata lagi. Suara hembusan nafas itu kini terdengar kembali. Suara siapa ya? aku tahan nafas aja, kalau sampai masih ada suaranya, berarti fix bukan suaraku

    Dan setelah aku berkata dalam hati seperti itu, suara nafas itu muncul lagi. Aku langsung buka mata dan baca yasin di hape hingga ketiduran dalam kondisi ketakutan.


Tebak-Tebakan


    Pernah aku bermimpi di suatu ruang, ada 1 meja dan 2 kursi. Di depannya ada kaca yang panjangnya sebadan, jadi kalau ngaca di situ, ujung kaki sampai rambut terlihat. Namanya juga cewek, pasti suka banget ngaca. Aku sibuk bercermin.

    Di kursi ada Oca dan Selvi (Oca, Selvi yang duduk), sedangkan di ruangan yang sama ada Oca yang sedang berdiri, dan ada Selvi yang juga sedang mengobrol dengan Oca (Oca, Selvi yang berdiri). Aku mendatangi Oca dan Selvi yang duduk di kursi. Mereka sedang asik memainkan permainan catur.

    Karena aku tidak bisa main catur, aku lebih memilih untuk bercermin lagi, di depan kursi mereka. Oca dan Selvi (yang berdiri) menghampiriku, kami berkaca bareng. Aku menyadari suatu hal ganjil. Kenapa bayangin Oca dan Selvi (yang duduk) tidak kelihatan?.

    Aku menoleh kebelakang, mereka masih asik main catur. Aku melihat lagi ke arah kaca, mereka tidak ada. Aku menoleh lagi kebelakang mereka masih ada. Aku melihat lagi ke arah kaca dan berkata "Mereka tidak nyata". Ku tolehkan sekali lagi wajahku kebelakang. "Sudah tau ya?" kata Oca dan Selvi (yang duduk).


Ditaksir


    Sebuah pohon besar, terdapat tangga menuju ke atas pohon. Pohon ini jenis pohon beringin, rimbun dan sangat amat besar. Perlahan aku menaiki tiap anak tangganya, langkahku di susul oleh lelaki. Dia menghampiriku ke atas. Wajahnya sangat tampan, tubuhnya proposional. Dia berkata padaku "Kamu mau kawin sama aku". Entah kenapa aku tidak berkata apapun, hanya mengangguk. 

    Aku tau ini salah, tapi kenapa aku tidak bisa menolak dan mengendalikan mimpi ini, seakan terhipnotis. Dari kejauhan aku melihat rumah tua seperti di desa, berdindingkan anyaman. "Ndok, masuk dulu, ganti pakai jarik" ucap salah satu mbok yang menghampiriku. Aku pun masuk kedalam gubuk itu dan mengganti bajuku dengan jarik yang dikasih tadi. Gubuk ini tidak memiliki pintu, hanya di tutup oleh gorden yang transparan sehingga dari dalam aku bisa melihat bayangan orang yang lewat-lewat. 

    Dari balik gorden ada 3 orang mbah-mbah yang masuk. Membawakan bubur merah, bubur putih, minuman teh, serta kopi, air putih, bunga-bunga. "Ndok, habis ini kamu di mandikan ya?" ucap salah satu mbah yang membawa hantaran tadi. Akupun menjawab "Iya mbah".

    Selagi mbah menyiapkan air siraman, aku melihat ke arah gorden, tampak sosok laki-laki bertubuh besar, tinggi, layaknya gorila. Aku menyadari ada hal yang aneh di sini. Segera aku lempar semua hantaran tadi di lantai, kemudian aku lari keluar gubuk.

    Tapi mereka tidak tinggal diam, mereka mengejarku. Entahlah, saat itu dipikiranku, aku harus lari sebisa mungkin, aku tidak ingin ada perkawinan ini. Di tengah pelarianku, hujan turun sangat lebat, menghentikan mereka yang sedang mengejarku.

    Aku terobos hujan badai ini. Hingga ku menemukan sebuah masjid, tanpa pikir panjang segera aku bersembunyi di dalam masjid. Bersamaan dengan rasa aman, aku bangun dari tidur. 

"Gilaaa, hampir aja aku diajak kawin sama makhluk halus, untung aku sadar Ya Allah".

    Hari sudah malam lagi, dan dunia mimpi bersiap menjemput. Kali ini aku berada di depan kamar kos, dari arah samping terdengar bunyi suara langkah kaki yang turun dari tangga. "Mbaa" panggil Adekku Elisa yang entah bagaimana dia bisa ada di Solo. Dia menghampiriku sambil merentangkan kedua tangan, seolah ingin memeluk. 

    Kakiku reflek mundur selangkah, sambil menatap matanya aku bertanya 
"Kamu bukan adekku"
Dia menjawab "Aku adekmu, Elisa" dengan tangan yang masih berusaha ingin memeluk. 
"Bukan ni, jangan ngaku-ngaku ya, Elisa matanya nggak merah"
"Aku mau peluk" 
"Nggak mau"
Sorot matanya dan raut wajahnya berubah, sambil senyum dia berkata "Iya, aku bukan adekmu". Aku terbangun dari tidur. Ke esokan malamnya dia tidak datang, syukurlah sudah selesai urusanku dengan dia. 

    Aku juga pernah lagi tidur, ada yang coba pegang-pegang badanku, aku langsung buka mata, aku pegang kerah bajunya, ku banting badanya di tembok. "Awas ya !!!" ucapku dengan emosi yang memuncak, sempat ku pandang wajahnya, ku ingatin barangkali sewaktu-waktu bertemu lagi. 

    Masih dengan memegang kerah bajunya, dia terperangah ketakutan, kemudian menghilang, dan aku membuka mata. Selain wujudnya yang seram-seram, aneh-aneh, dan menakutkan, jenis hantu mesum yang paling aku benci. Jadi, kalian masih berkeinginan buat lihat hantu? ku sarankan mending pikir-pikir lagi.


Aku Takut Mati Suri


    Hal yang aku takutkan selama ini adalah ketika rohku berjalan terlalu jauh, dan lupa akan pulang. Bagaimana nasib tubuhku? Akankah mati suri? atau bisa kembali lagi. Aku pernah mimpi jadi arwah. Begini ceritanya..

    Rumahku terletak di lereng gunung, semua rumah bertingkat-tingkat, tersusun kumuh, saling berdempetan, rumahku terletak lumayan tinggi, untuk menaikinya menggunakan tangga yang sudah dibuat permanen, dengan pola zigzag. 

    Keesokan harinya aku masih berada di daerah ini, aku sadar bahwa aku takut ketinggian, namun katanya aku dari lahir sudah tinggal di sini, jadi untuk apa takut pada ketinggian? Aku mengikuti jalan cerita di mimpi ini, dan fakta yang aku dapat bahwa aku sekeluarga sudah lama tinggal di sini,bahkan sebelum aku lahir. 

    Aku menyembunyikan phobia ketinggianku, karena pada dunia mimpi ini aku harus mendalami setiap permainan yang ada. Sampai tiba di mana aku diajak untuk mendaki gunung bersama teman-teman. Terdiri dari kurang lebih 3-4 cewek, dan 2 orang cowok. 

    Semua anggotanya tidak ada yang aku kenal kecuali ketua FUMku Catur namanya. Kami rame-rame mendaki gunung dekat rumahku. Di perjalanan banyak rintangannya termasuk ada tanah yang licin seperti prosotan, ada semak belukar yang tingginya sebadan, jadi kami harus dililit tali agar tidak terpisah. Di pertengahan jalan yang ditempuh menjadi gelap gulita, sampai akhirnya kami menemukan sebuah box besar seperti pengangkut (mirip kereta gantung).

   Kami menaiki itu, perlahan namun pasti kami hampir sampai ke puncak gunung. Tiba-tiba aku melihat  rumahku sendiri, ternyata selama ini rumahku berada cukup tinggi dari permukaan tanah. Kini semakin tinggi, aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan phobiaku. Kaki lumpuh rasanya, cemas, takut akan jatuh. "Gimana kalau misalnya ini jatuh?" tanyaku pada salah satu wanita. 
"Nggak mungkin lah, udah bentar lagi sampai".

   Sehabis aku bertanya itu, rasanya waktu berhenti sejenak, gravitasi seakan 0, kami semua melayang, di iringin hempasan tubuh yang terjun bebas dari udara. Pasti aku mati.

    Aku membuka mata dan melihat potongan tubuh yang berantakan di lantai sebuah gedung tingkat, box besar yang kami tumpangin menghantam sebuah lantai bangunan. Aku di hampiri oleh salah satu wanita yang ikut muncak bersamaku, dia berkata "Bunga, kamu nggak apa?"
"Iya, tapi ini badan siapa?" sambil ku melihat potongan tubuh di lantai
"Udah bangun dulu, mayat kita masih di cari, belum ketemu"
"Haa, aku sudah mati?"
"Iyaa, makanya sudah nggak rasakan sakit lagi kan?"
"Aku beneran mati? kalau gitu di mana mayat kita, biar kita bisa cepat balik"
"Masih tergencet" ucapnya
Aku hanya berdiri mematung, melihat manusia yang mengevakuasi tempat ini, ku lihat temanku Catur hanya mengalami patah tulang di tangan kanannya, sedangkan aku tidak selamat.
"Aku mau pulang" ucapku pada wanita tadi
"Pulang kemana, Samarinda atau Solo?"
"Aku mau balik ke kos aja, di Solo"

    Entah bagaimana, aku menaiki salah satu angkot, dan perlahan kakiku rasanya nyeri sekali, bagian pergelangan. Dengan kondisi pincang aku coba paksakan untuk turun dari angkot. Kini aku tepat di depan kos, namun aku lapar.

   Langkahku lebih memihak pada minimarket di sebelah kosku. Susunan dan tata letak, serta suasananya berbeda dari biasanya, ini lebih mirip warung ketimbang minimarket. Aku membeli sebuah roti. Saat ingin membayar aku bertemu Oca.
"Ca, aku sudah mati, jasadku masih di cari"
"Apa sih Bung, kamu loh hidup"
"Bukan, ini arwahku, aku tadi jatuh dari gunung"
"Udah ah Bung, nggak jelas"

   Setelah dapat pengakuan bahwa aku masih hidup, dengan begitu aku dapat tiket untuk pulang dan terbangun dari tidur. 

Sial, sendi kakiku masih sakit.


Stok Mimpi


    Subuh itu aku baru tidur, dan mimpi hal yang sama secara berulang-ulang. Hingga dalam satu adegan, aku di datangin seorang laki-laki, dia menayakan "Ini sudah yang  ke berapa?"

"Ini yang ke 4 kali, habis ini adegannya aku kesana" sambil ku tunjuk sebuah pohon
"Tuh kan bener, udah pada rame, aku kesana dulu ya" lanjutku.


    Jadi, aku tidur terlalu lama, dan seharusnya mimpiku sudah ending, tapi aku belum bangun-bangun. Alhasil mimpinya terulang hingga 4 kali, sampai figuran yang di dalam mimpi pun heran.


17 Agustus

    Dunia kita dan mereka begitu mirip. Kalau kalian tanya sama aku, apakah ada lomba 17an di dunia mereka? jawabannya ADA. 

   Aku di ajak ikut lomba ular-ularan. Jadi masing-masing dari kami berpegangan tangan dan jangan sampai ada yang lepas. Aku lupa spesifik untuk penamaan lomba ini apa? tapi di sana bilangnya ular-ularan. Ukuran badan mereka tinggi-tinggi.

   Karena saling berpegangan tangan cukup lama, tanganku sakit banget. Hingga terbangun juga masih keram. 

Oh iya, untuk cerita lucid dream selanjutnya aku mau cerita tentang dua orang yang mempunyai mimpi yang sama, di ajak pada suatu daerah karena undangan. Aku ijin dulu sama orangnya, baru aku tulis wkwk, tapi ya nunggu mood dulu. 





Bungalia
Bungaliaa
Bunga Lia










Comments

Popular posts from this blog

Tempat Berlindung Di Hari Tua, Tempat Akhir Menutup Mata

Bicara Tentang Pengakuan

Rumah Sakit