Hampir Gagal Wisuda

Genre : Comedy and Daily


    Aku, Leni, Oca kalau digabungkan dalam satu waktu bisa sial pangkat 3. Mungkin kalau kesialan di hari biasa masih bisa ditoleransi, ini di hari spesial gengs.

Sini dekat-dekat biar aku ceritakan

    Tanggal 15 Oktober hari yang kami nanti-nanti tiba juga, hari itu aku bangun pagi banget jam 3 pagi. Segera aku dan mamaku pergi ke kosnya Oca untuk makeup. Di susul Leni dengan mamanya. Alhamdulillah lancar jaya, tinggal menunggu mamanya Oca selesai makeup
"Bentar lagi ni mau jam 7" Kataku
"Masih sempat kok" Ucap Oca
"Jam 7:30 Bung fotonya, cuman disuruh datang jam 7" Kata Leni
"Oh, berarti sempat" Kataku

    Akhirnya semua sudah selesai di makeup in, nggak lupa kita foto-foto narsis dulu. 






  


"Pesan 2 grabcar aja" Kataku
"Iya, yang ibu-ibu jadi satu" Kata Leni
"Kita bareng-bareng aja, sekalian jemput adeknya Bunga di kos" Kata Oca
"Kita nggak ikut sesi foto-foto nggak apa" Kataku

    Kami pun memesan 2 grabcar, nggak lama mobil pertama datang
"Siapa ni yang duluan" 
"Udah anak-anak aja" Kata Mama Oca

    Ketika hendak masuk mobil, mobil kedua pun datang
"Ma, itu mobilnya" sambil menunjuk mobil tersebut. Para ibu-ibu juga menaiki mobil ke dua.
"Duh, lupa kalau pake toga" Toganya Oca nyangkut ketika memasuki mobil
"Pagi-pagi dah sial aja"

    Akhirnya Aku, Leni, Oca menaiki mobil. Mobil kami terlebih dahulu menuju ke kos ku Wisma Wima untuk menjemput adekku. Adekku sudah menunggu di depan kos. Kini kami menuju gedung. 
"Kok aku wisuda rasanya biasa aja ya?" Ucap Oca
"Sama aku juga nggak ngerasa gimana-gimana" Kataku
"Pas sidang proposal tuh, itu yang bikin deg-degkan sih, soalnya pertama kali" Ucap Oca

    Di tengah perjalanan Leni bertanya padaku 
"Bung, kok kita lewatin UMS?"
"Iya, perasaan waktu gladi nggak lewat sini" Jawabku
"Sek aku coba lihat aplikasi"
Leni pun mengecek aplikasinya "Bentar lagi kok deket ni"


Di tengah perbincangan Mas grabnya bertanya "Mba, ini ke graha sabar kan?"
"Haa bukan mas graha saba buana" Kata Leni
"Loh mba nya tadi di awal saya tanya ke graha sabar kan? Ini saya sesuai aplikasi"
"Aduh mas gimana nih, putar balik mas" Kami langsung keringat dingin
"Udah jam 7 lewat ni gimana?"
"Gengs, kalau telat bisa masuk kah kita?" Tanya Oca
"Nggak bisa jar nya kemarin Ca" Kataku
"Duh, udah nggak ikut sesi foto, masa nggak ikut wisuda"
"Mas bisa lebih cepat nggak? ini antara hidup dan mati"
"Ada aja kam kesialan ni, di hari penting lagi"
"Iya nah, bisa-bisanya Leni salah pesan grab. Untung mama kita nggak naik mobil ini, nanti mereka nurut-nurut aja, kalau kesasar nggak tau ke mana"
"Sekarang jadi deg-degkan kam, maka tadi biasa aja" Rasanya tuh ibarat kayak jatuh cinta tiba-tiba, awalnya perasaan biasa aja. Kemudian doi muncul dengan usaha yang mematahkan pertahanan untuk membuka hati buat jatuh cinta, namun di tinggalkan ketika bosan. Ambyar guys, ambyar wkwk.

    Nggak lama hape Leni berdering "Len, jangan bilang mama kita kalau kita nyasar, nanti mereka panik" Ucap kami ke Leni

    Percakapan Leni ke Mamanya by telpon "
"Halo Ma"
"Iya masih dijalan"
"Macet ni"
"Iya iya"

    Para orangtua hanya menempuh 10-15 menit perjalanan, sedangkan kita hampir sejam di jalan. 
"Mas, ini dekat kan?"
"Iya, 5 menit lagi mba" Jawab mas grab
"Masnya ni sengaja biar kita nggak panik ya, dari tadi bilang bentar lagi sampai, tapi nggak sampai-sampai"
"Kita ngelewatin rumah Pak Jokowi" Kata mas grab
"Yang mana mas?" Ah mudah banget diri kami teralihkan
"Akhirnya bisa tau rumah pak jokowi" Masnya the best dalam mengalihkan pembicaraan

   Kita sampai juga di gedung, dari dalam mobil kami melihat ada seseorang yang memakai selempang cumlaude.
"Gengs, ternyata bukan cuman kita yang telat, dia juga" sambil melihat cewek itu dari dalam mobil
"Dia loh cumlaude, beda jalur sama kita"

   Bergegas kita keluar dari mobil, Leni sudah pergi entah kemana, aku menyusul langkah Leni, sedangkan Oca sepatunya lepas. Nggak lama sepatuku ikut lepas. Kenapa kejadiannya serandom ini. Kami bertiga di giring sama bapak-bapak.

"Kasih jalan dulu, cepat sana kalian masuk lewat sana" Kata bapak-bapak itu sambil ditunjukan jalan.
Sesampainya di dalam, semua orang sudah datang. Beberapa kelompok sudah maju kedepan bersiap untuk mengambil foto, dan syukurlah kelompok barisanku belum. Jam sudah menunjukan pukul 8 dan kami berhasil sampai di sini, rasanya kayak mimpi.  

Sialnya sampai di situ?         

Enggak lah, pas maju kedepan waktu dipindahkan toganya, aku lupa salaman dong. Asem padahal dah aku ingatin, kenapa sampai depan bisa lupa.



Masih ada lagi nih

    Pulang dari makan. Aku, mamaku dan adekku menaikin gocar. Kami menuruni mobil dengan perasaan yang biasa saja. Ketika sampai kos baru sadar, kalau toga, bingkisan, dan ijazah semua ketinggalan di mobil itu. 

    Kami pun mencoba menghubungi nomer abang gocar yang tertera di aplikasi, tapi nomernya tidak terdaftar. Aku meyakinkan mamaku bahwa akan baik-baik saja
"Ma, tenang aja, aku dah biasa kayak gini. Dulu aku ketinggalan hape waktu naik gocar, buktinya balik lagi"

    Jalan terakhir adalah memanggil Leni, dengan sigap Leni datang ke kos.


    Kami nelpon pihak pusat dari gojek, dan alhamdulillah 2 jam kemudian barangnya balik. Emang ya, nggak ada kesialan yang tidak bisa teratasi. Kita bertiga sudah mendapatkan kesialan masing-masing di hari spesial. 

    Nggak paham lagi ini kutukan atau apa, aku sudah beberapa kali ngalamin hal yang nggak terduga di waktu spesial. Dulu pernah jalan sama ex ban dia tiba-tiba bocor, jalan sama Leni bannya bocor, jalan sama Siti sahabatku bensinya habis, jalan sama kakak bensinnya habis, jalan sama Oca bensinya habis. 

   Pernah juga pas jalan sendalku lepas terus talinya, heran aku. Padahal biasanya aku pake nggak pernah gitu, sendalnya caper ni. Udah sering dibecandain sama semesta, jadi nggak kaget lagi kalau hal yang aku lakukan nggak sesuai ekspektasi. Nggak mau meninggikan ekspektasi. 

    Semua aku jalani aja dengan niat baik dan tujuan yang baik, menyusun rencana kedepan dengan usaha keras dan selebihnya berserah diri kepada Allah.

    Aku mau ajak kalian flash back sebentar. Kini kalian sedang memasuki lorong waktu, dimana aku sebagai pemeran, dan kalian penonton.

Empat tahun di Solo ngapain aja?

   Solo itu terkenal dengan kota yang bikin nyaman, plus nggak ningalin kita pas lagi sayang-sayangnya. Apaan sih Bung? Maaf wkwk efek nulis sambil dengerin lagu galau, terbawa suasana. Oh iya Solo orangnya baik-baik, makanannya murah meriah, suasana malamnya asik. Dan di kota inilah aku belajar hukum alam. 

    Selama berbulan-bulan menuju moment wisuda, pikiranku penuh dan selalu bertanya-tanya kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu, dan yang paling menyiksa saat aku memikirkan tentang kamu hahaha. Bukan deng, tapi tentang parallel universe, sampai sekarangpun nggak masuk di akal dan logikaku. Leni dan Oca yang aku ajak diskusi mengenai parallel universe tidak sanggup memahaminya. 

Sampai aku bikin puisinya :

Memiliki kerja otak lebih extra
Sulit tidur sebab pemikir
Tidur mengalami lucid

Kasihan sekali
Dia yang aku 
Pada parallel universe

Melihat diri sendiri
Aku sebenarnya yang mana?

Dia asli
Aku juga asli

Quantum membingungkan Dia yang Aku
Saling terbenturnya bumi dengan bumi
Pada galaxy di luar bima sakti

    Aku juga jadi insomnia parah, tubuh jadi nggak sehat, karena nggak kena matahari sama sekali. Pernah, suatu hari aku belum ada tidur dari semalam, supaya malamnya bisa tidur normal lagi. Akhirnya aku isi sama kegiatan seperti dulu, hari itu sedang terik-teriknya, dan aku teringat jemuranku sudah waktunya diangkat. 

    Saat mengambil jemuran, tiba-tiba ada beberapa baju yang jatuh, aku mengambilnya dengan menurunkan lututku dan tangan yang meraih baju tersebut. Krakkkk bunyi semua tulangku. Gila, aku bisa mati muda nih, aku harus olahraga, harus pokoknya, jangan malas-malasan lagi.

Play video : Klik 2x



















"Len, celanamu tergulung tuh"
"Gpp Bung sengaja"
"Oalah, style toh"










Besoknya ku ulang lagi 





Radom abis
   Hal unik bin lucu dengan mereka :

Leni pernah negur aku "Bung, ini celana adekmu ya?"
"Iya Len"
"Pantasan kebesaran di kamu"
"???"
"???" mata kami saling berpandangan, sambil menghembuskan nafas aku berkata
"Len, ini celana kulot, emang modelnya besar gitu"

    Pernah juga kami mendadak jadi Om Hao. Ada salah satu warung yang kita curigai menggunakan penglaris, karena makanannya benar-benar tidak enak ketika dibawa pulang, dengan bermodalkan buku kisah tanah jawa, kami mencocokan ciri-ciri warung yang berpenglaris tersebut, dan itu sama persis dengan warung yang kami sering makan.

"Betul lok, warung itu pake penglaris, ketahuan tau" Kataku
"Tapi nyaman eh, di mana lagi nemu yang enak terus porsinya banyak?" Kata Oca
"Di buku ini, ditulis. Penangkalnya baca doa aja, biar makanan kita nggak diludahi pocong"
"Oh, yaudah. Kalau makan di sana intinya doa"

Bukannya dihindari malah kami hanya melakukan pencegahan. Sampai suatu saat ada yang berubah dari citarasanya.
"Kenapalah makanan tadi kurang nyaman? Nggak kayak biasanya eh"
"Efek penglarisnya hilang kalo ya?"
"Orangnya lupa memperpanjang kali"
"Semoga cepat diperpanjang"

Cobaan

    Malam itu Oca diam-diam nginap di kosku, tanpa sepengetahuan Mba Lilis (penjaga kos). Dia sudah terlelap pukul 3 subuh, sedangkan aku baru bisa tidur sekitar jam 6 pagi.  Sayup-sayup ku dengar suara yang mengatakan "Udah bangun kah kamu Bung?"
"Sudah, bentar aku dengarkan lagu dulu, ngumpulkan mood"

    Mengumpulkan mood, memang paling enak dengan mendengarkan lagu sebelum beraktivitas, mood di pagi hari menurutku penting banget karena bisa berpengaruh seharian, di sela-sela sedang asiknya aku memejamkan mata, dan memahami lirik lagu, ada suara yang ikut bernyanyi juga
"Ca, aku mau ngumpulkan mood"
"Kenapa Bung, kalau aku ikut nyanyi moodnya hilang kah?"
"Pake ditanya lagi" Percayalah, mungkin kalau Oca melangsungkan konser, dan aku diberi tiket gratis. Aku tidak akan datang. 

    Beberapa kali anak itu memintaku untuk mengajarkan bernyanyi
"Bung, ajari aku nyanyi"
"Coba nada Do mu semana?"
"Dooo~~~"
"Nada Do mu jangan tinggi-tinggi Ca, pake nada suara biasa"
"Dooo~~"
"Udah segitu paling rendah?"
"Iyaa"
"Sekarang agak nyaring suaranya"
"Dooo~~~"
"Itu tinggi, bukan nyaring. Coba rendahin"
"Dooo"
"Ca, itu pelan, bukan nyaring. Aku nyerah Ca, nggak ketolong"

   Bertahanlah, bertahanlah untuk menetap pada kami selama 4 bulan, maka sifat asli kami akan terlihat seasli-aslinya. 

Percintaan

    Karena aku jarang dekat sama cowok, pasti kalau lagi sibuk chattingan Oca pasti nanya
"Bung, kok main hape terus, kamu chatingan sama siapa?"
"Nggak sama siapa-siapa"
"Bung ceritaaa"

    Dan yang lebih parah adalah
"Yang mana sih orangnya Bung?"
"Ada deh, kenapa?"
"Yang ini kah?" sambil dia melihatkan layar hapenya
"Aku follow ya?" lanjutnya
"Nggak usah Ca, ngapain"
"Ni udah ku follow. Bung Bung lihat, aku like juga fotonya"
"Ocaaaa, jangan"

    Jadi ingat dulu pernah Oca labrak kakak tingkat yang dekat sama aku hahaha, dan itu tanpa sepengetahuanku, ngakak asli. Dan suatu hari Oca sedang ribut dengan mantannya yang dulu. Hari itu tepat malam natal dia putus, nangis-nangis ke kosku, tapi tangisannya nggak begitu nampak waktu dia datang, karena ketutup dengan air hujan. Sesampainya di kamar dia bilang.
"Bung, kamu ngapain kek, temanmu ni disakiti loh"
"Terus aku harus apa?"
"Labrak, aku loh dulu pernah labrak lewat DM kating yang nyakitin kamu"
Oh, Ini yang namanya solidaritas.

   Akhirnya aku labrak dah tuh mantan dia, pake mengucapkan salam. Bagaimanapun kita itu diajarkan sopan santun serta budi pekerti yang paripurna, jadi mau ngelabrakpun bahasanya halus.

    Gimana dengan Leni? 

    Saat perjalanan menuju graha saba buana dalam rangka gladi, di dalam gocar aku nanya dia.
"Len, kamu beli bunga sendiri kah buat foto?"
"Nggak Bung" sambil senyum-senyum
"Jangan-jangan ada yang mau kasih bunga ya?"
"Jangan gitu bung, nggak boleh, nggak boleh, aku nggak mau berekspektasi" sambil dia mengelus-elus dadanya seakan-akan menenangkan diri sendiri.

   Hei, kamu yang sudah menyakiti Leni, aku tau siapa dirimu, hampir aku DM sebagai tanda solidaritas, tapi Leni larang, katanya "Nggak usah Bung, aku yang salah bereskpektasi tinggi". Menurutku Leni nggak salah. 

    Siapapun itu, tolong hati-hati kalau mau berucap, mungkin kamu akan berpikir "itu hanya perkataan", tapi kamu nggak tau perasaan orang yang kamu beri harapan itu, walaupun udah berusaha bilang  ke diri sendiri nggak mau berekspektasi tinggi, tapi tetap aja ada sedikit harapan yang sudah dipupuk tanpa sadar. Dan tau apa? kalau harapan yang sudah berkembang menjadi penantian yang tidak sesuai dengan ekspektasi, rasanya akan sakit, apalagi sakitnya sendirian.

Mantab nggak tuh kata-kataku, tepuk tangan dulu wkwkw.

    By the way aku sering banget bohongin Leni. Saking seringnya kalau aku ngomong jujur dia nggak percaya. Di suatu seminar, di sediakan pastel yang isinya kari "Len, kamu jangan makan ini, dalamnya kari" ucapku
"Ah, bohong, bilang aja kamu mau lok Bung"
"Dibilangin loh"
Akhirnya dia muntah-muntah dah tuh "Tuh lok, dah ku padahi" ucapku mengomel pada Leni.

    Dia sering aku repotin. Malam itu sesudah jalan dari Jogja, aku nginap tempat Leni. Leni belum pulang dari kerja, jadi yang bukakan pintu teman kosnya dia namanya Kiah. 

    Aku anggap kamar kosnya Leni seperti kamarku sendiri. Sesudah diri ini membersihkan diri, aku tidur di kasurnya. Aku lupa tepatnya jam berapa mungkin jam 1 malam aku kebangun gara-gara Leni masuk kamar. 
"Bung, aku tidur dimana kalau kamu di situ"
Aku yang masih setengah sadar berusaha membuka mata, terus aku lihat kasurnya Leni
"Len aku ileran hahaha"
"Yaampun Bung, yaudah aku beampar di bawah sini aja"

    Lalu aku tidur lagi, di mimpi aku inget jelas kalau Leni marah-marah ke aku karena aku ileran, aku disuruh bersihkan kasurnya hahaha. Aku bangun sekitar jam 5 subuh, karena semalam ribut banget, kos Leni banyak hantunya. 

 Sekitar setengah 6 aku bangunkan Leni "Len, morning"
"Ahhh Bunga niiiii, aku baru tidur"
"Bangun Len, dah pagi"
"Ribut kam semalam, gara-gara ada kamu sih Bung, hantunya keluaran, biasanya nggak gitu"
"Len aku mimpi kamu marahin aku gegara aku ileran hahaha, nanti ku bersihkan pake tissu basah"
Kemudian Leni mengambil hape nya dan melihat jam "Bungaaa, ini masih jam stengah 6, ku kira setengah 7"
"Hahahahaha, tidur lagi dah Len nanti kubangunin jam 6"
"Mana bisaaa" 
Pagi-pagi Leni dah emosi wkwk.

    Oh iya, biasanya aku nggak pernah tidur ileran, hari itu capek banget dah, jalan seharian, mana halangan lagi.

Manusia yang juga manusia

Kemarin Oca chat aku, dia bilang
Rosa   : 
"Bung aku jadi bego"
"Jalan sama orang"

Bunga : 
"Bego gimana?"

Rosa    : 
"Kayak oon"
"Katrok gitu eh"
 "Tapi paling aman diajak makan di pinggir jalan, sumpah aku nggak kelihatan bego" 

Bunga : 
"Emang gitu, rasanya begonya sampai ke sumsum"
"Padahal biasanya nggak gitu"
"Aku juga ngerasa bego"
"Aku jalan sering nggak seimbang gitu malahan Ca, kayak orang mabok, padahal hari-hari biasa normal bae"

Rosa    : 
"Wah parah si Bung"

Bunga : 
"Kadang lok, pas doi ngomong aku nggak denger"
"Gangguan telinga datang di saat nggak tepat"

Rosa    : 
"Sama Bung kayak akseyskaoaysuanhayah"
"Ha apaa?"

Bunga : 
"Aku ngakak"
"Aku takut dikira tuli"

Rosa    : 
"Kadang aku konfirmasi sendiri"
"Kalau udah kebanyakan bilang haaaaa apaaaaa"
"Aku bilang emang aku rada budeg"

Bunga : 
"Aku belum ngaku"

Rosa    : 
"Akui aja lah Bung dari pada dikira kita normal padahal enggak"

Bunga : 
"Iya Ca, pas jalan aku sering nanya 'ha gimana kak?' aslinya aku nggak denger"
"Bener-bener mendadak tuli"

Rosa   : 
"Untung kamu nggak gagap Bung"
 "Aku tuli jawabnya cuman haaaaa apaa?"
 "Pas giliran nggak tuli, terus bisa jawab, eh malah gagap"

Bunga : 
"Hahahaha ngakak aku Ya Allah"

Rosa    : 
"Cuman sama kita atau spesies lain juga ngalamin ya"

    Ini beneran loh, Aku, Leni, dan Oca memang kadang mendadak tuli, kayak suara tuh acak-acakan . Kedengarannya cuman bagian awal sama ujungnya doang. Dan ini terjadi di saat-saat nggak tepat. Leni sampai pernah mau periksa ke THT. 

   Mungkin nih ya, karena kami kebiasaan ngomong satu sama lain pake bahasa kalbu. Bahasa kalbu? eh pokonya itulah. Jadi tanpa ngomong panjang sudah tersampaikan maksudnya. Pas di luar lingkup pergaulan, rasanya nemu bahasa yang aneh, alhasil telinga nggak terbiasa dengar itu, apalagi kalau di ajak ngomong tapi nggak menghadap kita orangnya, nggak bisa baca gerak bibirnya. 

Kamu, bisa jadi kamu, dia, mereka, kalian

   Kategori orang berbeda-beda yang ada dikehidupanku :
Kategori 1 : Kamu bagian dari pendewasaan
Kategori 2 : Kamu bagian dari masa depan
Kategori 3 : Kamu bagian dari masa lalu

   Siapapun yang aku sebut "kamu" terimakasih sudah mau merasakan bersenang-senang, bersedih, bosan, kecewa, bahagia, benci, cinta, sayang. Mungkin "kamu" bisa saja menjadi bagian dari kategori 3. Atau mungkin "kamu" dan aku bisa sama-sama menjadi bagian kategori 2 untuk mencapai kategori 1.

    Teruntuk Oca dan Leni, kalian tetap masuk kedalam kategori 1, karena kalian istimewa. Sumpah ini akan terasa geli untuk menyampaikan secara langsung, makanya dengan media yang ditulis ini aku mau ngomong. Terimakasih sudah mau direpotkan, merepotkan, disusahkan, menyulitkan, ditolong, membantu, dibully, membully. 4 tahun ternyata sebentar, kita sekarang sudah masing-masing menemukan langkahnya sendiri, ahhh ternyata menjadi dewasa nggak semenyenangkan itu. Banyak tuntutan, dan hal yang harus dipikirkan matang-matang. 

   Waktu perjalanan di bandara aku ketemu seorang bapak, dia banyak kasih aku nasehat, salah satunya beliau berkata : "Umurmu itu sudah masuk kedewasaan, sudah saatnya apa yang kamu pilih sekarang akan menentukan masa depan kamu, jadi jangan asal pilih"

    Semoga apapun pilihan yang kalian pilih untuk hidup kedepannya adalah jalan Tuhan yang paling terbaik. 

Kalau ditanya untuk apa sih aku hidup?
Jawabanku untuk memberi kebahagiaan pada banyak orang
Kebahagiaan seperti apa?
Memprioritaskan perasaan orang, menomerduakan perasaan sendiri

     Oh iya, moment berpikir paling asik, menurutku saat nunggu makanan datang, sama saat nunggu mood buat mandi. Kadang pas lagi moment itu, aku suka diam aja melamun, tubuh boleh diam aja ditempat, tapi pikiran tetap produktif. Ini yang aku namakan malas yang produktif. 

Contohnya tulisan ini, berawal dari melamun.


Secercah kenangan






Solo panas banget bisa sampai 39-40 derajat Celcius 

4 tahun yang lalu kita pernah makan di sini, di bangku yang sama.























YEAH

















Holiday





















Comments

Popular posts from this blog

Tempat Berlindung Di Hari Tua, Tempat Akhir Menutup Mata

Bicara Tentang Pengakuan

Rumah Sakit