2022 Happy Kiyowo✨

 

 Happy new year gengs. Udah telat 3 hari sih ngucapinnya. Di Samarinda sekarang sudah jam 00.44 waktu aku ngetik ini. Aku mulai insomnia lagi, dan kabar baiknya semua kalimat puitis nan-prik mulai bermunculan dikepalaku, udah lama aku nggak ngerasain kayak gini lagi. Untuk intro diawal tahun ini, aku mau banyak jujurnya. 

   2021 itu tahun paling ancur dan tahun paling banyak aku berbohongnya. Bohong sama orang sekitar, bohong sama diri sendiri. Bohong demi menutupi hal sedih boleh nggak sih hukumnya? Boleh kali ya, tapi intinya aku banyak bohongnya di tahun kemarin, maafin Popo ya Allah.
  
   Sekitar bulan April 2021, disuatu pagi tanpa sengaja kita berjumpa~. Eh bukan, bukan. Aku dapat kabar yang nggak enak banget, saking nggak enaknya, pengen ku jadikan hari libur nasional tiap  tahun, biar rasanya dihari itu nggak usah ngapa-ngapain aja, berdiam diri, nyepi gitu. Otak dan perasaan udah beda alam,  kayak linglung, nggak tahu mau ngapain, dan kaki rasanya lumpuh, gimana sih kayak lagi berdiri tapi nggak ngerasa nginjak tanah. 

   Pagi itu aku kerja dengan kondisi dan perasaan begitu. Nggak tahu harus cerita ke siapa? Nggak tahu harus mulai cerita dari mana? Dan nggak tahu letak permasalahannya apa? Aku sendiri yang ngalamin aja bingung. Ini aku beneran, sampai detik ini aku nulis, aku pun nggak tau letak salahnya di mana. Akhirnya ku pendam sendiri. Sampai terlintas dalam diri sendiri untuk berhenti kerja, dan rehat dari kebisingan dunia. Aku mencari ketenangan. 

   Kebetulan selama 2021 aku kerja di dua tempat, di klinik aku lepas, dan aku pertahankan untuk stay lebih lama di apotek. Apotek ini salah satu apotek yang cukup besar karena ada PBF (Pedagang Besar Farmasi)-nya juga, bos nya baik banget, circle di sana juga baik, aku nyaman ada di sana. Dengan latar belakang bos dan lingkungan yang baik, aku jadi mikir alasan aku untuk berhenti dari sana apaan ya?

   Mau bilang kalau keterima kerja ditempat lain, tapi entar ditanya aku kerja dimana? Akhirnya setelah pertimbangan ini dan itu aku memutuskan untuk bilang mau lanjut profesi. Respon dari bosku juga baik. Bahkan ortu, sahabat, dan partner kerjaku nggak tahu sama sekali kalau aku mau berhenti. Semua aku lakukan secara spontan. 

   Untuk Yoni partner apotekku, maaf ya aku udah bohong sama kamu Yon, sebenarnya aku nggak lanjut apoteker, aku cuman mengindar sementara dari orang sekitar, aku nggak bisa cerita apa pun, yang aku pikirkan saat itu, aku butuh ruang sendiri.
   
   Akhirnya tepat tanggal 1 sebelum bulan puasa, aku udah nganggur. Untungnya nih ortuku nggak masalah kalau aku mau berhenti, kata mereka istirahat aja dulu, nanti habis lebaran baru cari kerjaan. Dari sinilah perilaku ku nolep ku muncul, aku menarik diri dari semua orang. Nomer hape mereka aku hapus, aku keluar dari semua grup wa, aku nggak balas chat orang-orang, aku nggak mau diajak ngumpul-an. Pada saat itu, aku rasa manusia-manusia itu biangnya berisik, terlalu banyak suara, bahkan suara sedikit aja terdengar pada saat itu rasanya seperti hantaman bom. Asem, drama bener.

   Silent treatment adalah caraku untuk memendam semua, dengan diam. Dari kecil ketika semua teman memusuhiku, aku terbiasa memendam semua sendiri; amarah, kecewa, kesal, dan sakit hati, alhasil terbentuklah silent treatment ini, menurutku akan lebih baik jika diri sendiri aja yang tahu. Tapi ternyata aku salah, setiap malam rasanya kayak orang gila, tapi dalam keadaan sadar penuh. 

   Nggak mudah untuk seseorang yang memiliki sifat yang terbentuk sejak dulu untuk tiba-tiba bisa bicara terbuka. Pribadi ini sudah melekat sejak lama, jadi hal mudah yang orang lain lakukan seperti halnya bercerita, hal itu aku belum aku punyai.

   Akhirnya aku coba setiap malam untuk minum obat tidur, be better. Aku jadi tenang. Beberapa kali aku coba ikut ajakan buat bukber, tapi rasanya kayak kesemutan tapi dipaksa lari. Manusia itu berisik ya. Selalu dalam otakku seperti itu. Ketika malam pun, jam 9 aku sudah tidur, lebih baik tidur lebih cepat, dari pada mengaktifkan otak lebih lama. 

  Puncaknya aku egois itu ketika lebaran, semua orang berkumpul. Aku sudah lelah dari pagi bertemu banyak orang. Aku termasuk salah satu orang yang suka buat acara di rumah, atau suka ikut ngumpulan. Untuk menghindari keramaian, aku nggak buat acara apa pun kali ini di rumah, temanku pun mengajak untuk ke rumah dia aja, katanya lagi open house. Mengingat karena dia teman yang udah lama, aku pun coba untuk datang ke sana. 

  Sampai di sana aku sensi parah, untuk apa ngumpulan tapi main hape, sama hape aja aku bisa sensi, rasanya tuh nggak worth it untuk aku datang, udah dibela-belain untuk bersosialisasi lagi, eh sampai sana pada sibuk sendiri-sendiri. Karena emosi yang tertahan dari kemarin-kemarin, dan moment-nya ketika aku pengen sosisalisasi malah sibuk sendiri akhirnya aku meledak-ledak. Dah kayak petasan aja, kampret.

   Pulang dari situ aku memutuskan untuk nggak mau kenal mereka lagi. Njir, prik banget. Aku keluar dari grup. Njir, drama.



   Aku jahat banget ya. Untungnya mereka paham kondisiku, sudah aku jahati, tapi tetap aja mereka mau nunggu aku sembuh, I'm so lucky. Sekarang aku sadar, kurang beruntung apalagi punya circle kayak SAJE, aku yang marah-marah dengan mereka tanpa sebab, tapi mereka masih mau wellcome ke aku. 
SAJE
(Formasi kurang lengkap)

   Ini foto beberapa anggota SAJE yang diambil sekitar bulan Desember akhir sewaktu Firda nikahan, untuk pertama kalinya aku meetup bareng mereka lagi, aku pikir mereka bakal jauhi aku, atau marah ke aku, ternyata mereka hatinya kayak malaikat, aku bersyukur banget dipertemukan dengan mereka. 

   Btw,  kembali ke topik, jadi setelah 2 bulan aku nggak kerja, aku coba cari kerjaan yang Alhamdulillahnya ketemu, kali ini tempat kerjaku lebih ke pelayanan, banyak-banyak bersyukur sama Allah. 

   Mental health-ku membaik, apalagi sekarang aku udah nggak merasa manusia itu berisik, manusia itu nggak berisik ya ternyata. Kabar baiknya jiwa bersosialisasiku perlahan juga mulai terisi lagi. 

Partner virgo, kenalin namanya Ning
 




   Pola hidup juga aku ubah, sekarang aku suka olahraga, untungnya si Ning juga mau aja aku ajak olahraga bareng. Dan kabar baiknya lagi, tuh anak juga nggak keberatan diajak random bareng.
   Contohnya kayak beli nasi uduk, terus makannya di depan masjid islamic center, duduk lesehan, sambil ngelihatan kendaraan lalu lalang, makanan yang terkontaminasi dengan debu ini terasa semakin enak. Jadi kangen vibes-nya kota Solo.

   Dan aku juga seneng banget, sahabat aku dari SMP namanya Ahmadan, dia sekarang udah buka kopi sendiri. Alhasil bubuhan SMP kami sering ngumpul di sana, lagi-lagi aku beruntung, dalam masa sembuh ini di dekatkan lagi dengan manusia beda ibu bapak tapi rasa saudara. 



   
Ajakan-ajakan inilah yang ngebuat aku jadi mengerti, aku nggak pernah kehilangan siapa pun. 2021 nggak serta merta lewat gitu aja, penuh berpuluh-puluh malam jadi orang gila, sampai akhirnya orang gila ini menjadi waras. Ah, kalau aku ingat lagi fase itu rasanya nggak pengen hidup, tapi enggan mati. 

   Selama aku dimasa itu, obat penenangku salah satunya adalah langit










   Langit itu diam, tapi paling mengerti. Aku sadar pernah jadi manusia egois, lalu langit datang membisikan ketenangan, mempersilahkan untuk melihatnya lagi di hari esok, katanya banyak hal menawan lainnya yang ingin dia lihatkan, makanya jangan enggan menyerah untuk nggak bangun diesok harinya, katanya nanti akan menyesal. 

   Always upgrade diri. Segitu dulu ya untuk intro di awal tahun 2022 ini, nggak mau terlalu bahas kelamnya 2021 say, nanti aura happy kiyowo-ku hilang lagi hahaha. Okay see you













Comments

  1. Ikhlaskan semua hal yang bikin gila, dan tetap happy kiyowo 💅✨

    ReplyDelete

Post a Comment

Komentar dong, aku mau tahu ni perasaanmu setelah baca tulisan ini

Popular posts from this blog

Tempat Berlindung Di Hari Tua, Tempat Akhir Menutup Mata

Bicara Tentang Pengakuan

Rumah Sakit