September


    September itu bulan yang istimewa, dulu di bulan ini juga pertama kali aku mengenalmu secara nyata. Yang dulunya aku hanya diam-diam mengagumi dari jauh, hingga di buat mati penasaran karena kamu terlalu misterius. Berkenalan denganmu merupakan salah satu kategori hadiah terindah yang nggak pernah aku sangka. 

"Kamu lahir bulan apa?" Tanya mu sambil memegang kopi hangat
"Aku lahir bulan september" Jawabku yang sedang duduk di sampingnya
"Tanggal berapa?" Tanyanya dengan tersenyum lebar
"7 september" Ucapku 
"Yah udah lewat" Ucapnya memelas


Ekspektasi itu racun

    Aku sempat membenci ulang tahunku sendiri, semua berawal pada ekspektasi ku. Waktu itu aku masih kelas 9 SMP, saat itu kami punya bubuhan, bubuhan ini kalau di indonesia-in istilahnya ber-geng gitu. Anggotanya sekitar 10 orang. Tiap ada yang ulang tahun, aku garcep banget tuh jadi team yang H-7 udah menggalang dana buat sokongan beli kado, beli hadiah dan paling excited ngasih suprise

     Kebetulan ada teman yang diluar geng kami lagi ulang tahun, namanya Catur dipanggil Caca. Caca ini emang lebih akrab sama bubuhan kami, ketimbang anak cowok lainnya di kelas. Salah satu teman kami ngasih saran buat rayakan ultah Caca. 

    Aku ngikut aja, soalnya Caca emang orangnya baik. Kalau nggak salah dia ulang tahun tanggal 5 September, aku lupa-lupa ingat, tapi seingatku ya dia beda berapa hari aja dengan ulang tahunku. Untuk kadonya kami belikan kaos di distro, jaman dulu pake kaos distro dah wah banget, kami belikan 2 kaos. 

    Sampai di rumah Caca kami ngerayain ala-ala bocah SMP. Bergerombolan gitu masuk rumahnya nyanyiin lagu happy birthday. Aku masih ingat style ku, hari itu aku pake kaos warna putih, celana jeans botol warna hitam hahahaha, itu jeans kalau di pake ceking amat. Terus aku pake jepitan rambut kupu-kupu warna ungu. Outfit-nya jamet banget lah. 

    Foto-fotolah kami di depan rumahnya Caca. Terus puncak acaranya adalah lempar-lemparan tepung dan telur. Ini dah nggak kaget lah ya, tradisi manusia jahiliah ya begini, sekarang kalau di ingat, jiwa emak-emak ku bergejolak. Tepung telur kok ya di buang-buang, eman-eman ki loh. 

     Seru gila ulang tahun Caca, jadi nggak sabar berapa hari lagi aku yang ulang tahun. Mungkin mereka bakal kasih suprise yang lebih wah, soalnya akan aku yang paling excited kalau ada orang yang ulang tahun. 

     Setelah ulang tahun Caca, halat berapa hari kelas kami mengadakan acara masak-masak buat lomba kelas. Hari itu kalau nggak salah hari minggu, semua ngumpul di rumah temanku buat masak bareng ceritanya. Dan itu tanggal 7 september.  

    Begitu selesai, aku pulang ke rumah dengan harapan nanti pas pulang bakal di suprise-in kayak mereka-mereka, di kasih kado, ngumpul-ngumpul seru gitu. Aku dah pake baju rapi, rambutku juga sudah ku sisir rapi, tapi aku tunggu sampai sore mereka nggak kunjung datang. 

    Ekspektasi ku terlalu tinggi, Aku sakit karena pikiranku sendiri. Aku nangis. Besoknya hari senin, aku turun sekolah seperti biasa, ternyata mereka ngasih aku kado, di bungkus kertas kado warna pink. 

    Dalamya baju kaos, dan ada uang. Mereka bilang "Itu uang sokongan kami masih angsul Bung, kami nggak tahu mau beliin apa lagi" Aku masih ingat uangnya ada sekitar 30 rb an. Uangnya aku kasih ke mereka buat dibelikan snack, bajunya aku bawa pulang. Baju warna putih bergambar winnie the pooh. 

    Di beri kado nggak buat hatiku jadi baik-baik aja ternyata, teori yang mengatakan kalau memberi itu harus ikhlas, pada saat itu rasanya seperti tong kosong nyaring bunyinya. Nggak ada kebersamaan, nggak ada effort lebih. Seketika aku iri dengan Caca. 

    Sifat manusia adalah buah hasil tempaan dimasa lalu. Kekecewaan yang begitu mendalam ini terbawa ke tahun-tahun selanjutnya. Kekecewaan memang nggak terlihat, tapi menimbulkan jejak.


Meminum racun

   Waktu kelas 10 SMK aku punya bubuhan lagi, mereka baik banget, asik orangnya. Aku di kasih suprise dan kue es cream. Sayangnya hati aku beku, aku nggak bisa mengekspresikan rasa, yang ku ingat 7 september itu hanya tanggal, bukan hari yang patut rayakan.  Membekas, trauma.

     Begitu juga ketika kelas 11 SMK, bahkan temanku menyanyikan ku lagi happy birthday, ketika sepatuku yang mereka sembunyikan, aku temukan. Lagi-lagi aku nggak bisa berekspresi bahagia layaknya manusia yang bertambah umur. Bahkan ketika jam istirahat bubuhan kelas 10 ku memberikan kue dan menyanyikan ku lagi happy birthday. Sesampainya di rumah, mereka datang membawakan banyak kue, dan sebuah boneka panda besar. Semua terlihat bahagia kecuali aku.

     Di kelas 12 SMK aku membelikan teman sekelasku 3 box brownis Amanda. Di fase ini aku sudah nggak pernah berekspektasi pada hal apa pun. Niatku hanya berbagi, bukan berharap mendapatkan apa-apa. Nggak punya ekspektasi berlebih bikin pikiran lebih tenang. Nggak mengantungkan kebahagian kita pada orang lain adalah tutorial hidup damai. 


Meminum obat

     Semasa kuliah juga sama, nothing special for my birthday. Sampai akhirnya aku bertemu dia, dan untuk pertama kali dalam hidup aku ingin dapat ucapan selamat ulang tahun dari seseorang. Bukan kado, bukan kue, bukan nyanyian happy birthday, mau ku hanya ucapan selamat ulang tahun. 

"Kamu beneran nggak mau kasih selamat buat aku nih?" Tanyaku
"Enggak hahaha orang tanggalnya sudah lewat" 
"Yahhh" Ucapku kecewa
"Nanti aja tahun depan" Ucapnya berjanji
"Lah emang tahun depan, kita masih?" 

     Perlahan rasa trauma ini menghilang, ternyata memang benar, segala sesuatu pasti ada obatnya. Bertemunya aku dan kamu pada bulan september, menjadi obat atas rasa kekecewaan mendalam ku.

  September juga mempertemukan kita lagi, genggaman tangannya masih semenarik itu, selain ucapan selamat ulang tahun dan doa darinya, aku juga dapat kado spesial, yaitu gelang kaki. Ada sejarah unik dari gelang kaki yang dia sering pakai ini, hingga akhirnya gelangnya berpindah di kakiku. 

    Untuk saat ini, aku nggak akan cerita tentang story gelang ini, nanti tunggu aku siap menulisnya. Gelang ini adalah kado yang paling aku suka. Ngelihat gelangnya aja sudah bikin aku senang. Apalagi kalau habis capek kerja, begitu lihat ini gelang rasa capek hilang aja, teringat pemilik aslinya. Magic.    

    Ternyata yang selama ini aku cari adalah orang-orang yang tulus. Tulus berteman, tulus memberi, tulus menyayangi. Kalau aku pikir lagi, dulu di usia yang masih labil akan sangat wajar untuk menaruhkan ekspektasi tinggi, masih polos. Makin besar sudah di tempa sana sini, jadi menyadari kalau yang dibutuhkan hanya manusia yang selalu ada. 

     Saat itu kota Solo sudah larut, kami berjalan kaki disinari lampu jalan berwarna kuning. Berjalan lambat sambil bergandengan tangan, seperti ini yang aku suka. Berada di samping manusia yang menyakinkan ku bahwa aku nggak berjalan sendiri.  

     Sekarang 7 September, aku masih pakai gelang pemberiannya. Aku suka gelangnya, aku suka pemiliknya. Happy birthday for me, makasih september udah menemukan yang kehilangan. Mendekatkan yang berjauhan. Beruntungnya aku. 













Comments

Popular posts from this blog

Tempat Berlindung Di Hari Tua, Tempat Akhir Menutup Mata

Bicara Tentang Pengakuan

Rumah Sakit